Soal Pencopotan 2 Kapolda, Refly Harun: yang Dikasih Tugas Siapa, yang Dihukum Siapa

Refly Harun (Foto: Youtube Refly Harun)
MediaPurwakarta.com |
 Soal pencopotan 2
Kapolda Metro Jaya dan Kapolda Jawa Barat, yaitu Irjen Nana Sudjana dan Irjen Rudy Sufahriadi membuat pakar hukum tata negara, Refly Harun angkat suara.

Masalahnya berawal dari pencopotan jabatan ini terjadi setelah acara yang digelar Habib Rizieq Shihab (HRS) di kediamannya di Petamburan, Jakarta Pusat yang mengabaikan protokol kesehatan Covid-19 dengan melibatkan banyak massa.

Diketahui sebelumnya, Menko Polhukam Mahfud MD menyampaikan penekanan oleh pemerintah akan memberi sanksi pada aparat yang tak tegas menegakkan protokol kesehatan.

"Kepada aparat keamanan, kepada aparat keamanan, kepada aparat keamanan," kata Mahfud MD.

"Pemerintah meminta untuk tidak ragu dan bertindak tegas dalam memastikan protokol kesehatan dapat dipatuhi dengan baik," sambungnya.

Masalah pandemi COVID-19 adalah urusan nyawa orang banyak. Perlu ketegasan untuk menjaga situasi ini. Dia menyatakan, aparat keamanan yang tidak tegas itu bakal kena sanksi.

"Pemerintah juga akan memberikan sanksi kepada aparat keamanan yang tidak mampu bertindak tegas dalam memastikan terlaksananya protokol kesehatan COVID-19," kata Mahfud MD.

Sementara itu, menurut Refly Harun seharusnya ini adalah tanggung jawab Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) bukan polisi.

"Itu masalahnya kalau polisi tidak berada di pemerintahan lokal maka peraturan-peraturan daerah itu sesungguhnya bukan tugas polisi untuk menegakkannya, tapi tugas aparat lain dalam hal ini Satpol PP," ucapnya seperti dikutip MediaPurwakarta.com dari kanal YouTube Refly Harun.

Bahkan Refly Harun menilai jika mengikuti pernyataan Mahfud MD yang pernah ia baca, seharusnya itu adalah tugas Pemerintah Provinsi DKI dan tidak berkaitan dengan aparat keamanan.

"Misalnya dengan pencopotan Kapolda Metro Jaya, karena kan ini menegakkan peraturan Gubernur. Jadi kalau misalnya kaitannya ini dengan penegakan UU, tidak ada hubungannya dengan pemerintahan lokal, karena penegakan UU itu urusan penegak hukum yang bersifat nasional, tapi kalau ini peraturan Gubernur ya memang lokal," tuturnya.

Satu pertanyaan pun diberikan oleh Refly Harun, yang mau ditegakan ini aturan nasional berdasarkan UU Nomor 6 2018 atau aturan lokal, peraturan Gubernur?

"Ini penting. karena harus jelas siapa yang bertugas dan bertanggung jawab, kalau peraturan lokal yang pertanggung jawab pemda DKI, kalau peraturan nasional yang bertanggung jawab adalah penegak hukumnya," ucapnya.

Tapi menurutnya memang jika ditarik kesimpulannya, ujung-ujungnya Presiden RI, karena dia yang membawahi aparat-aparat penegak hukum terutama kepolisian.

"Artinya memang harus jelas siapa yang bertugas siapa yang bertanggung jawab jangan sampai kemudian ini diserahkan tugas tapi tanggung jawabnya orang lain atau sebaliknya," tuturnya.

Refly Harun berpendapat, jika bicara hubungan DKI dengan pemerintah pusat memang terlihat tak pernah damai.

"DKI dan pemerintah pusat ini memang seperti hubungan api dalam sekam, selalu panas, saling sindir, saling kritik, rasanya begitu," ucapnya.

Lebih lanjut, Refly Harun menyinggung permasalahan yang dihadapi oleh Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan yang kerap disalahkan oleh beberapa pihak.

"Walaupun agak aneh sesungguhnya, kenapa? karena Presiden RI gak sebanding dengan Gubernur DKI, presiden itu membawahi semuanya. Gubernur DKI itu adalah subsistem dari sistem nasional, tapi aneh juga kalau tiba-tiba Gubernur DKI menjadi sasaran, kritik, oleh mereka yang mencintai presiden," tuturnya.

Menutup hal itu, Refly Harun menyebut bahwa sebagai warga negara yang baik, masyarakat Indonesia harus bisa berpartisipasi dengan cara membantu pemerintah maupun mengingatkan pemerintah saol permasalahan itu.(***)